Sabtu, 12 Desember 2009

Penyandang Tuna Rungu itu Kini S2

17 Maret 2006 12:31:23

Prestasinya memang tidak cumlaude, tapi semangat belajarnya untuk bisa meraih gelar strata dua (S2), patut diacungi jempol dan dicontoh. Apalagi dirinya termasuk penderita tuna rungu ringan, dimana ia mengalami gangguan pendengaran dan jika berbicara kurang jelas atau gagap. Itulah sosok Saprizul Kamil, wisudawan Program Pascarsarjana Teknik Ligkungan ITS yang mendapat beasiswa dari Departemen Pekerjaan Umum.

Prestasinya memang tidak cumlaude, tapi semangat belajarnya untuk bisa meraih gelar strata dua (S2), patut diacungi jempol dan dicontoh. Apalagi dirinya termasuk penderita tuna rungu ringan, dimana ia mengalami gangguan pendengaran dan jika berbicara kurang jelas atau gagap. Itulah sosok Saprizul Kamil, wisudawan Program Pascarsarjana Teknik Ligkungan ITS yang mendapat beasiswa dari Departemen Pekerjaan Umum.

“Saya menyadari akan kekurangan diri ini, tapi itu bukan berarti keinginan untuk terus belajar dan belajar jadi terhambat. Kalau ada kesempatan dan beasiswa lagi, saya masih ingin melanjutkan sampai ke program doktor,” kata Kamil saat ditemui Kamis siang (16/3) di Kampus ITS, bersama isteri dan seorang anaknya.

PNS dari Pemda Indramayu yang ditempatkan di Kantor Lingkungan Hidup ini mengakui, hambatan pendengaran dan komunikasi memang acapkali mengganggu proses ia menerima materi kuliah, tapi berkat hobi membaca yang sangat luar biasa pada dirinya, hambatan-hambatan itu pun seolah tak ada. “Kemauan saya untuk belajar memang besar, sehingga hambatan apa pun seringkali saya abaikan. Apalagi para dosen dalam memberikan materinya selalu dilengkapi dengan hand out lewat visualisasi, sehingga saya lebih mudah untuk mengerti,” kata ayah satu orang anak kelahiran Bandung, 11 April 1966 ini.

Diungkapkan Kamil, tunarungu yang ia alami itu, berawal ketika di usia balita ia terjatuh dari tempat tidur. Akibatnya pendengarannya terganggu sehingga akhirnya ia lambat dalam merespon pembicaraan orang. “Itulah sebabnya saat saya TK dan SD, orang tua memasukkan saya di sekolah SLB bagian B. Tapi setelah itu saya mencoba untuk melanjutkan ke SMP dan SMA umum. Karena saya ingin membuktikan kalau saya mampu,” kata alumnus SMA Negeri 9 Bandung ini.

Seusai SMA, Kamil pun melanjutkan ke Program Diploma Tiga Akademi Teknik Pekerjaan Umum Bandung, setelah itu ia alih jenjang ke Program S1 di Universitas Sahid, Jakarta, Jurusan Teknik Lingkungan, lulus tahun 1995. Sebelum diangkat menjadi PNS tahun 1997, ia pun menyempatkan diri pengikuti Program Diploma Satu Komputer. “Saya sangat menikmati belajar, karena itu apa pun hambatan yang mengganjal, termasuk kondisi saya yang masuk kategori penderita tuna rungu ringan, tidak saya hiraukan. Kalau ada kesempatan lagi saya ingin melanjutkan ke program doktor,” katanya.

Apa kunci suksesnya? “Untuk belajar orang seperti saya, dibutuhkan kemauan yang kuat dan tidak minder dengan siapa pun dan mau membaca. Karena modal utama dengan kondisi pendengaran yang mengalami gangguan, meski sudah dibantu alat, adalah membaca,” katanya.

Sayangnya, katanya menambahkan, orang-orang tunarungu malas untuk belajar membaca, sehingga selalu saja tertinggal jauh pengetahuannya dari orang normal. “Hal lainnya harus pandai-pandai beradaptasi dengan lingkungan. Ini penting, karena kalau kita minder akibat pengaruh lingkungan, maka nantinya akan menenggelamkan diri sendiri,” kata Kamil yang pernah aktif di Gerkatin (Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia).

Isteri dan Dosen Bangga

Bagaimana tanggapan sang Isteri, Nunung Setyawan, dengan prestasi yang telah diraih suaminya? “Sejak awal saya bangga dengan kelebihan yang dimiliki suami saya. Tidak sedikit pun saya minder berdampingan denganya, karena saya melihat kecerdasannya sangat luar biasa,” kata Nunung.

Diungkapkan ibu dari Azizah Zahra Kamillah ini, suaminya termasuk orang yang suka membaca, karena itu dalam waktu 1,5 tahun kuliah di ITS Surabaya, jumlah buku yang akan dikirim ke Bandung mencapai 3 kuintal lebih. “Dia orangnya memang suka membaca dan membeli buku. Di rumah tumpukan buku memenuhi sebagian dari luas rumahnya. Boleh dibilang gajinya hanya habis untuk keperluan membeli buku. Buku apa saja dari mulai buku agama, buku ekonomi dan sosial, termasuk buku dari ilmu yang diperdalamnya Teknik Lingkungan,” katanya.

Di mata sang isteri, Kamil termasuk suami yang sangat pengertian dan lemah lembut. Kelembutannya melebihi orang yang normal. “Umumnya orang tuna rungu itu tempramental dan mudah tersinggung, tapi dia tidak. Terhadap anak juga demikian sangat perhatian dan hati-hati dalam mendidik,” katanya.

Sedang di mata dosen pembimbingnya, Dr Yulinah Trihadiningrum, Kamil termasuk sosok yang memiliki kemauan belajar sangat luar biasa. “Di tengah keterbatasannya ia mau untuk mengganti proposal tesisnya yang memang dinilai tidak memenuhi syarat untuk peserta program beasiswa PU,” katanya.

Ia cukup memenuhi ekspektasi yang diinginkan pembimbing. Misalnya, ungkap Yulinah, saat diminta untuk mengganti judul skripsinya, dan ia harus menunjukkan bagaimana melakukan observasi ke objek yang akan diteliti, Kamil hadir di tengah-tengah kegiatan ibu-ibu PKK yang sedang melakukan pelatihan dan pembinaan, demikian juga ia sering hadir diantara para motivator-motivator untuk pengelolaan sampah di daerah Jambangan. “Sungguh dia seorang peneliti yang ulet, kemauannya keras, dan mencoba untuk berhasil di tengah keterbatasannya,” kata Yulinah yang mengaku untuk berkomunikasi dengannya lebih banyak menggunakan bahasa tangan dan gerakan bibir. Sekali lagi, kata Yulinah menambahkan, ia bangga dengan prestasi yang diperoleh Kamil. “Lebih bangga lagi ternyata dalam penguasaan bahasa Inggris-nya cukup baik. Ini terbukti ia bisa diwisuda dengan nilai TOEFL 477, sementara ada mahasiswa yang normal belum berhasil karena nilai TOEFL-nya tidak lulus,” kata Yulinah.

3 komentar:

Christianto is deaf mengatakan...

Ini menarik sekali. Cerita itu membuat saya berani sekali maju seperti dia karena itu adalah mimpi saya.
tetapi, jika mau diposkan blog disarankan diberi nama sumber yang diambilnya. Supaya ini lebih mudah diketahui darimana asalnya sumber itu dan akan merasa cerita seolah kisah nyata(bukan fiksi)

panlima khatulistiwa mengatakan...

saluut deh

addie mengatakan...

terima kasih atas sarannya..

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Coupons